Akronim di Kalangan Mahasiswa


Akronim di Kalangan Mahasiswa*

Parlindungan Pardede

parlpard2010@gmail.com

 

 

Bangsa Indonesia terkenal sangat getol membuat akronim. Menyadari banyaknya akronim yang dibuat bangsa ini, tidaklah berlebihan bila Mauluddin Anwar, Produser Eksekutif Liputan 6 SCTV, dalam sebuah diskusi bahasa jurnalistik memberi judul makalahnya “Negeri Berjuta Akronim” untuk menggambarkan begitu produktifnya orang Indonesia membuat akronim.

Bukti produktivitas itu terlihat dari hobi berbagai pemimpin, pejabat dan lembaga membuat akronim. Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah), berdikari (Berdiri di atas Kaki Sendiri), Tavip (Tahun-tahun Vivere Pericoloso) adalah sebagian akronim ciptaan Soekarno  yang digunakan sebagai judul pidato. Akronim lain karya beliau yang terkenal adalah Trikora (Tri Komando Rakyat), Dwikora (Dwi Komando Rakyat), dan Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis). Era Soeharto juga tidak kalah produktif dalam pembuatan akronim. Pemilu (Pemilihan Umum), Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia), Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), Klompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pemirsa), Orba (Orde Baru) dan Golkar (Golongan Karya) adalah beberapa akronim warisan pemerintahan Pak Harto.

KPK, DPR, MPR, Bappenas, Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes merupakan akronim populer yang dibuat sebagai singkatan nama. Beberapa dari lembaga tersebut, khususnya Kemenhankam (Pertahanan dan Keamanan) dan Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia), sangat produktif membuat akronim. Istilah curanmor, miras, buser, sajam, senpi, alutsista, arhanud, armabar, armatim, akabri, akmil, akpol, kodam, kodim, koptu, kopur, koramil, korem, kores, dan banyak akronim lain dihasilkan oleh kedua lembaga ini.

Selain para pemimpin dan lembaga-lembaga tertentu, unsur masyarakat Indonesia yang gemar membuat akronim adalah mahasiswa. Tulisan ini dibuat untuk menyoroti akronim karya kelompok mahasiswa. Tujuannya adalah untuk melihat (1) fenomena-fenomena yang terungkap melalui akronim buatan mahasiswa dan (2) tujuan pembuatan akronim-akronim tersebut.

Ketika penulis kuliah di sebuah PTN di Bandung, beberapa mata kuliah biasa diberi singkatan, seperti Semprak (SEMantik dan PRAGmatik), Seki (SEjarah Kebudayaan Indonesia). Teman-teman di Jurusan Sejarah mempelajari Penjarah (PENgantar ilmu seJARAH), Serasi (SEjarah ASIa) dan Sekuteng (SEjarah KUno asia TENGgara). Beberapa teman di Fekon (Fakultas EKONomi) mengikuti Pengamen (PENGAntar manajeMEn). Seorang mahasiswa Fatani (Fakultas perTANIan) suatu ketika menyatakan sangat mengidolakan profesor  yang ahli Maling (MAnajamen LINGkungan) yang sering jadi penyaji Setan (SEminar perTANian).  Ada cerita tentang seorang mahasiswa Fikom (Fakultas Ilmu KOMunikasi) yang kelelahan karena dalam sehari harus ujian di Dapur (DAsar-dasar PUblic Relation), Kolam (Komunikasi LAyanan Masyarakat), lalu Koma (KOmunikasi Massa). Di tiap awal semester, mahasiswa ikut Kuper (KUliah PERdana). Program yang tidak begitu berat dilakukan adalah Kulum (KULiah UMum)—mungkin karena jumlah pesertanya banyak.

Mahasiswa yang aktif di UKM (Unit Kegiatan keMahasiswaan) sering curhat (curah isi hati)—mungkin maksudnya mengadakan rapat—dengan Perek-3 (PEmbantu REKtor III).  Sehubungan dengan keaktifan di UKM, seorang mahasiwa senior pernah berujar “Kamu boleh aktif di UKM apa saja, asal jangan Mapala!” Alasannya, Mapala sebenarnya berarti “Mahasiswa lulus PAling LAma”.

Di akhir bulan (tanggal tua), tidak sedikit mahasiswa melakukan KKN (Kanan Kiri Ngutang) ke beberapa warung langganan di sekitar Jalan Suci (SUrapati CIcaheum). Makanan yang sering dipesan adalah Mi Tante (MI TAnpa TElur) dan dengan minuman Tante Susi (TANpa SUsu atau SIrup). Di saat KTT (Kiriman Terlambat Tiba), sebagian teman tetap memenuhi kebutuhan Narkoba (NAsi RoKOk dan BAla-bala). Untuk melupakan dompet yang kosong, beberapa mahasiswa berupaya tetap ceria karena dengan cara bercanda dengan teman-teman mahasiswi yang dipanggil Diana (DIam-diam MempesoNa). Namun, jika para Diana mengetahui mereka sebenarnya Romusa (ROmbongan MUka SusAh), esok harinya mereka akan menghindar.

Beberapa akronim unik di kalangan mahasiswa berhubungan dengan tempat lahir. Kawan dari Tapanuli Utara menulis Taput. Yang lahir di Jakarta Utara menyebutkan Jakut. Frans yang berasal dari Menado menyebutkan Sulut (Sulawesi UTara). Kawan dari Kisaran Utara menyebut Kisut. Seorang teman lain mengatakan dia lahir di Cianjur Utara, dan sambil tersenyum kecut membuat akronim Ciut. Untung saja teman penulis tidak ada yang lahir di Jember Utara (He…he…).

Dilihat dari sisi makna, kebanyakan akronim tersebut bersifat eksklusif—hanya para mahasiswa yang dapat memahaminya dengan cepat. Hal ini terjadi karena istilah-istilah tersebut berhubungan dengan dunia khas mahasiswa. Sebagian mengacu pada aktivitas di kampus dan mata kuliah yang dipelajari. Yang lain berhubungan dengan pengalaman ketika kondisi keuangan kritis. Akronim lain berhubungan dengan data pribadi.

Secara umum, akronim-akronim tersebut dibuat untuk mempersingkat jumlah kata agar menghemat waktu dalam pengucapan. Selain itu, sebagian akronim sengaja diplesetkan agar terkesan lucu, seperti Penjarah, Profesor Maling atau Tante Susi. Kemungkinan besar, tujuannya adalah untuk menciptakan keintiman komunikasi sehari-hari dan sekaligus sebagai hiburan di antara mereka untuk mengurangi beban belajar mereka yang cukup melelahkan. Yang tidak layak dilupakan adalah, pembaca (termasuk Anda?) yang akhirnya memahami makna akronim-akronim tersebut, sedikit atau banyak, juga akan terhibur. Sehubungan dengan itu, kreativitas para mahasiswa menciptakan akronim-akronim tersebut layak dihargai.

.


* Materi akronim diramu dari berbagai sumber

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s